21.4.12

Budaya Konsumerisme


Bulan Ramdhan merupakan bulan yang penuh hikmah dan ampunan serta mengekang nafsu berlebih-lebihan, kehadiran bulan Ramadhan mengundang nuansa tersendiri bagi umat Islam diseluruh plosok dunia, khususnya Indonesia. Banyak cara yang dilakukan umat Muslim di Indonesia dalam menyambut datangnya bulan Ramdhan, entah melalui ritual khusus maupun tidak. Hal ini selaras dengan para pebisnis yang tidak mau kalah dalam menyambut datangnya bulan suci Ramdhan.
Bulan suci Ramdhan menjadi bulan penuh berkah bagi seluruh umat. Berkah yang tidak hanya berasal dari satu ranah saja melainkan berbagai ranah, baik ranah sosial, hiburan sampai ke ranah ekonomi. Para pebisnis menyambut bulan puasa dengan berbagai acara dan event Ramadhan. Di ranah hiburan, kita sudah bisa merasakan bagaimana insan perfilman Indonesia mengcover acaranya dengan nuansa religius.

Di ranah ekonomi, geliat ekonomi Ramadhan semakin tampak secara nyata. Munculnya gelar Pasar Ramadhan atau Bazar Ramadhan merupakan geliat 'berkah' bulan Ramadhan di ranah ekonomi. Bulan Ramadhan telah memberikan inspirasi bagi umat untuk meningkatkan perekonomiannya. Sehingga ekonomi di bulan Ramadhan selalu menunjukkan grafik naik. Walaupun terkurangi kebutuhan makan di siang hari, namun kebutuhan sandang dan pangan masyarakat pasti bertambah dengan menu Ramadhan yang biasanya di-setting istimewa. Hal ini membuktikan bahwa budaya konsumerisme masyarakat di bulan Ramadhan menjadi bertambah sehingga menjadi peluang bagi pebisnis mengorek keuntungan.
Meningkatnya ekonomi di bulan Ramadhan memberikan satu isyarat zaman akan budaya konsumerisme masyarakat yang terus merangkak naik dari tahun ke tahun. Masyarakat disuguhi dengan hiburan bernuansa religius yang disiarkan sejak sahur hingga sahur kembali. Masyarakat telah diberikan menu hiburan Ramadhan, mulai dari komedi Islami, iklan Ramadhan, hingga ke sinetron Ramdhan. Oknum tertentu telah menempatkan konsumsi sebagai titik sentral aktivitas kehidupan dalam ranah sosio-ekonomi masyarakat. Sehingga, menjelang Ramadhan, berbagai iklan, infotainment hingga tayangan TV memberikan 'menu' Ramadhan sesuai selera masyarakat. Tidak ada keperduliaan terhadap subtansi Ramadhan karena prinsip utamanya adalah kepuasan ekonomi dan tercapainya untung besar.
Pengaruh globalisasi, menjadikan Ramadhan seolah tidak lagi menampilkan nilai relegiusitas murni. Tendensi dari budaya konsumerisme menjadikan Ramadhan penuh dengan kesalehan semu. Kesalehan instan di bulan Ramadhan diperlihatkan dengan banyaknya suguhan dalam dunia entertainment di televisi, yang kadang kurang memberikan nilai edukatif dan pencerahan.
Publik 'disihir' dengan berbagai tayangan yang bernuansa Ramadhan. Padahal, subtansinya mereka telah menghilangkan makna Ramadhan. Nilai regiusitas di bulan puasa menjadi senjata rahasia para pebisnis untuk mendongkrak aktivitas ekonomi, sehingga terciptalah budaya konsumerisme yang merajai dunia ekonomi di bulan Ramadhan.
Menurut hemat penulis budaya konsumerisme yang mengakar di masyrarakat dalam bulan Ramadhan mempunyai dua sisi yang terkadang hanya di pandang melaui satu mata saja. Di satu sisi budaya konsumerisme masyarakat dapat memberi untung guna peningkatan perekonimian bangsa, akan tetapi di dilain sisi terkesan sebagai momen bermewah-mewahan. Padahal, Ramadhan adalah bulan mengekang keinginan hawa nafsu, baik nafsu untuk makan, nafsu biologis hingga nafsu bermewah-mewahan.
Jika demikian apakah layak budaya konsumerisme ini sebagai pendongkrak ekonomi demi perubahan bangsa? sedangkan substansi dari nilai-nilai suci di bulan Ramdhan menjadi semu bahkan terabaikan. Sebenarnya yang urgen dalam hal ini adalah pembentukan karakter bangsa. Apabila Karakter relegiusitas bangsa terbentuk maka Ramdhan akan menjadi ajang berkah terhadap perubahan bangsa tanpa kshalehan yang semu dan instan.
Wallahu a’lam bish shawab.
*Penulis adalah Mahasiswi Tarbiyah UMM


0 komentar:

Posting Komentar