21.4.12

Karya CerpenQ Go To The Simkorsenal

TOP SECRET
Oleh : Mardiana*

Angin bertiup pelan, membawa percikan air menerpah lembut wajahku, dinginya ia telah merasuk kesetiap sel darah merah dipembulu nadiku, ada apa gerangan, langit tidak begitu gelap, akan tetapi gumpalan awan terliat  jelas seakan-akan mereka berkompilasi untuk menutupi sang Nur yang sebelumnya bersinar dengan gagah perkasa.
Suasana sedih tengah menjadi atribut  yang  melengkapi keadaan disini.  Tanah coklat  tua yang menjadi lapisan luar bumi itu, baru saja dicangkul. Beberapa isak tangis mewarnai dikuburnya sebuah raga.  Raga yang masih demikian muda, 20 tahun untuk seorang pemuda yang baik sepertinya.

Pahit rasanya tenggorokanku, nyaris tak dapat kutahan pula air mata haruku. Kini kubertanya-tanya kenapa dengan diriku, mengapa aku begitu sedih?apakah aku sedih karena kehilangannya ataukah aku terpikir akan kehidupan dirumah masa depanku itu?sebab aku yakin dengan pasti bahwa suatu saat aku pun akan menjadi penghuni dibawah lapisan tanah coklat itu,,,Aduhai Tuhan apa yang  akan terjadi jika semua orang meninggalkannya disini, keluh lidahku karena pikiran tak jelas menjelma kemana.
Bumi akan sangat ikhlas menerima beban jasadnya, melindunginya dari jasad renik yang akan memporakporandakan tubuhnya didalam sana. Dalam kepedihan ujian yang ditanggungnya, dia mampu bersabar. Bertahan dengan cobaan kesulitan yang meluluhlantakan nurani seorang manusia, sekaligus ujian yang akan mengangkat drajat anak manusia ke drajat yang lebih tinggi di sisi Tuhanya, aku yakin itu merupakan rezeki terindah baginya.
Kusapu pandanganku ke beberapa kerabat kawanku dengan mata yang syahdu...sungguh  air mataku telah mengaburkan pandanganku. Mengenaskan sekali nasib kawanku ini, dalam kematiannya pun ia harus menunggu kehadiran orang tuanya yang disibukan oleh pekerjaan di negri seberang sana, Malaysia.
Begitu tidak perhatiannya, orang tua macam apa yang tidak meluangkan waktunya disaat anaknya membutuhkan dukungan, setidaknya melalui curahan kasih sayang dan dukungan psikologis akan mengurangi sedikit beban yang dideritanya selama puluhan tahun. Ahh... mungkin malah ia sendiri menyimpan penyakitnya, sehingga orang tuanya tidak mengetahui kalau anak semata wayangnya itu sedang sakit. Ya ampun…Aku telah berprisangka buruk, aku sedang emosi…yah, mungkin karena kesedihanku yang tengah kehilangannya sehingga aku menjadi berburuk sangka. Aku yakin pasti ada alasan rasional mengapa semua ini terjadi.
Gundukan tanah coklat itu tertutup sempurna, satu persatu pelayat telah meninggalkannya, aku masih tidak menyangka akan semua ini, rasanya langkah kakiku tidak menapak tanah. Banyak air mata mengalir untuknya, selama ini aku yang yang dekat dengannya hanya sekali mendengar keluhan darinya dan itupun untuk terakhir kalinya pula aku bertemu dengannya. Hal inilah yang membuat air mataku tumpah tak terbendung derasnya.
Bau kemboja, Sungguh...bau ini mirip banget dengan wangi parfumnya. Hampir sama, mungkin wangi kemboja ini akan selalu mengingatkannya akan kematian yang ia sendiri telah tahu bahwa ia hidup tidak akan lama lagi, hal ini membuatku melihatnya menjelma dengan senyuman relanya, sang Fiddin Robbani atau Din aku menyapanya.
Aku teringat saat menemaninya dirumah sakit, penyakit yang dideritanya seolah-olah hanya penyakit influenza biasa, ia menyambutku dengan senyum  dan canda, yang mana seharusnya hal itu yang aku lakukan untuknya agar meringankan beban sakitnya.  Sungguh yang terjadi justru sebaliknya, berkali-kali ia membuatku kagum, dibalik tekanan psikologis dan sakit yang tengah dideritanya ia masih saja menghiburku dengan guyonan-guyonan khasnya.
***
Mba uja,  profosal untuk lomba Kepenulisan sejawa timur, sudah jadi? Berapa peserta yang telah terdaftar? Bagaimana dengan delegasi dari sekolah-sekolah? Bagaimana dengan jadwal panitia yang jaga stand pendaftaran? Bagaimana dengan pamplet, diflet,  dan poster, apakah telah disebarkan? Sudah rekap tidak kebutuhan-kebutuhan apa saja yang perlu disiapkan? Kira-kira berapa banyak dana yang dibutuhkan? Berbagai pertanyaan dilontarkan kepadaku,  jangankan memberi kesempatan untuk menjawab, menanggapi pertanyaannya pun aku tak diberi ruang.
“Bagaimana mas Din yang terhormat, apakah masih ada yang ingin ditanyakan? Mumpung sekalian, jadi bisa ditampung sekaligus”, celetuk ku mengkritik. “Mohon maaf  mas,  jujur saja saya bukan sebagai ketua pelaksana yang cukup mengetahui semuanya, karena amanah  saya diskretariatan maka untuk surat delegasi kesekolah-sekolah SMA seJawa timur  telah jadi pula dengan teman-teman Humas telah diantarkan, kemudian surat untuk permohonan dewan juri pun udah kelar  untuk info-info yang lain, baiknya mas Din bertanya saja langsung kepada mas Rono selaku Ketupel (ketua pelaksana)”.
Nampaknya ia jadi salah tingkah, mungkin kerena ia baru menyadari akan tumpukan pertanyaan yang  dilemparkannya kepadaku secara bertubi-tubi. “iya mbk Uja, afwan yah...”  jawab ia dengan senyuman khasnya. Aji gilee senyuman itu, sempat ngebuat jantungku berhenti berdetak, yah berhentinya dasyat 5 detik. Ya Ampuuun Uja, apa-apaan nih...ngaco ahh.. kuhentikan pikiran dan tingkah bodohku dengan berlalu dari skretariatan, tentunya  setelah pamit kepadanya.
***
Setetes air jatuh tepat di ujung hidungku, yah... tetesan air itu jatuh dari embun pohon yang kutempati berteduh sekarang. Tetesan itu sekaligus menyadarkan diriku yang sedang melamun. Entah pikiranku lari kemana-kemana, kenapa selepas kepergiannya aku masih tetap saja memikirkannya, tapi anggaplah aku tidak sedang melamun, anggaplah aku tengah menganalisis data dari narasi hidup seseorang.
Udara yang lembab telah memegang uap air, dan langit yang muram semakin menghampa. Bisa jadi hal inilah yang membuat ketidakstabilan emosi dan pikiranku. Hal ini semakin bertambah takkalah aku mengetahui hak hidungku untuk bernafas telah dirampas dengan kejam oleh kumpulan asap rokok yang keluar dari mulut pria di seberang sana. “Aduuh...kalau begini caranya bisa rusak nih udara, apa dia paham efek yang akan ditimbulkannya! Huuuft,,, paru-paru baik kok mau dibolongin...”, gerutuku dalam hati, sehingga berdasarkan pertimbangan yang matang, akupun memutuskan untuk meninggalkan tempat yang tidak kondusif tersebut.
Seraya mengemas buku-buku kedalam tas tiba-tiba saja saku kantongku bergetar, nampaknya ada pesan seluler yang masuk. “Sore mbak Uja yang cantik dan baik hati, lagi ngapain? Jangan lupa sholat yah, By. Fiddin (^_^)”, sebagai wanita normal tentu saja aku merasa hatiku terbang beberapa saat, makhluk Tuhan mana yang tidak suka diperlakukan seperti itu. Apalagi dari seorang Fiddin, indah dari segi fisik, wajahnya yang manis dengan kulit putih semakin menambah bentuk ketampanan yang diciptakan oleh Tuhan. Belum lagi sederet prestasi yang dimilikinya. Baik agamanya,  cerdas, supel, dan juga seorang aktivis kampus maupun sosial yang andal.
Akan tetapi tidak berarti semua dapat dilakukan sesuai dengan apa yang dia inginkan, yah...nampaknya dia mulai bermain api, sungguh hal ini terjadi berulang kali dan sangat meresahkan. Sebenarnya bukanlah masalah jika dia menyukai perempuan, yang jadi masalah siapa? Mana boleh demikian, ada beberapa hal yang harus dijaga takkalah beintraksi satu sama lain. Seorang Fiddin Robbani tentunya tahu tentang batasan pergaulan antara pria dan wanita didalam Islam, sehingga sangat tidak etis jika diketahui umum bahwa aktivis yang paham agama telah tertular virus Merah jambu, apalagi hingga cinlok (alias cinta lokasi...duuh nggak bangeet dech...). Aduuh…lagi-lagi aku berpikiran jelek tentangnya, bisa jadi dia merasa comfortable jika berdiskusi denganku, tapi bukankah lebih banyak yang berkopeten. Huuftt...ku tarik nafas sedalam-dalamnya lantas sesaat itu pula ku menghenbuskannya, yah...lumayanlah meringankan sedikit beban pikiranku.
Nampaknya langit dan cuaca sudah tidak mau lagi kompromi dengan diriku. Air yang jatuh dari hasil pertengkaran dasyat antara uap air dengan awan terus saja jatuh membasahi bumi. Sembari memasukan buku-buku kedalam tas, akupun menempuh langkah seribu untuk meninggalkan serangan air dari langit.
***
Waktu tengah menunjukan pukul  18.00, rasanya tubuh ini baru saja lolos dari tumpukan batu besar, letih dan melelahka. Saat-saat seperti inilah aku baru menyadari bahwa amanah itu tidaklah ringan, butuh pundak yang lebar untuk memikulnya. Mataku menerawang kelangit-langit kamarku, nampak beberapa bintang-bintang kecil yang terbuat dari kertas origami, ia tergantung indah diatas sana, sesekali ia berputar kesana-kemari karena adanya sapaan angin yang berhembus halus. Aku alihkan pandanganku kearah selatan kamarku, Nampak sederet schedule yang numpuk, padat, dan menyesakkan, justru bertambah lagi sesaknya takkalah aku mengalihkan pandanganku ke lembar program kerja organisasi yang terpampang tepat disamping schedule ku.
Aku juga manusia biasa, terkadang semangatku mengebuh-gebuh dan terkadang pula aku future hingga ketahap pangkal kejenuhan. Sejenak aku terpikir, apa iya aku terlalu rakus akan organisasi? Rasa-rasanya semua organisasi yang berbeda rana ingin aku lahab, tapi apa?  hanya sedikit kekenyangan yang kurasakan, rasanya sangat melelahkan dan tidak berujung, baik konflik internal maupun  eksternal.
Duhai Mujahida…kamu harus semangat,,tidak boleh berkeluh kesah seperti ini, toh udah banyak kan manfaat yang kamu peroleh dari organisasi! Darinya kamu belajar mengorganisir, darinya kamu belajar berbagi, darinya kamu belajar menghadapi masalah, dan darinya pula kamu belajar kasih sayang antar sesama, belajar agar dapat bermanfaat bagi yang lainnya! Lantas kenapa kamu berkeluh kesah? Kamu harus lantang mengatakan “ Iam an Activits” gumamku  pada diri sendiri di hadapan cermin. Hehehe…nampaknya percaya diri disertai senyum yang ikhlas meringankan pikiranku. Yah dunia memang tengah mengisyaratkan kepadaku mengenai konsep Khoirunnaas anfauhun linnas (sebaik-baiknya manusia ialah yang bermanfaat bagi manusia lainnya), yah…seorang Mujahidah tidak sembarang diciptakan didunia ini, tentu ada seknario besar yang tengah diciptakan Tuhan untuk seorang Mujahidah, bermanfaat bagi orang lain, itu yang aku dapatkan dari berorganisasi.
***
“ Mas Din pernah membaca tentang perlunya menundukan pandangan, dan tidak bergaul secara bebas dengan lain jenis?” kalimat ini keluar ketika aku sampai pada puncak kejengkelan karena ia selalu saja mengusikku dan mengejarku dengan berbagai pertanyaan yang terkadang aku anggap bukanlah hal yang penting.
Sejak saat itu berkali-kali sms permohonan maaf, aku kirimkan untuknya tapi nihil tidak ada respon darinya, ia pasti sangat tersinggung dengan kata-kataku tersebut. Sekarang waktu tengah berlalu 7 bulan lamanya, setiap kali aku bertemu dengannya sudah tidak ada lagi suasana hangat seperti dulu kala, di sekretariatan ia lebih banyak diam, aku juga dapat informasi dari teman-teman terdekatnya bahwa dia tidak lagi aktif diacara-acara social, terakhir juga tidak pernah lagi kumpul bareng di organisasi. Sunguh ini sangat menganggu pikiranku, terkadang aku jadi merasa bersalah, tapi apa hendak dikata sejauh ini aku telah berusaha menghubunginya untuk meminta maaf.
Seiring berjalannya waktu akupun dituntut untuk membagi waktu antara kuliah, organisasi, dan yayasan kejiwaan yang tengah kugeluti sekarang. Yayasan yang baru saja berdiri lima tahun yang lalu berkat tangan-tangan senior-seniorku di psikologi. Nampaknya yayasan ini semakin mengangkasa baknya rumput yang hidup diatas tanah dengan kosekuensi terinjak, namun betapapun hembusan angin mengoyahkannya maka begitu pula ia tumbuh dan berkembang seperti saat ini.
“ Dik Muja tolong data-data pasien direkap kedalam database, dalam waktu empat sampai lima hari kedepan saya harus keluar kota untuk pertemuan psikiater sejawa timur” pintah mba Riza selaku senior sekaligus pelaku sejarah berdirinya yayasan ini. Selepas perginya mba Riza, nampaknya Ka Indra begitu kelelahan, terang saja karena ia harus menagani pasien tujuh sampai delapan orang perhari, mulai dari gejala ringan hingga gejala kejiwaan yang akut.
Tiga hari yang lalu ada berkas khusus klien gangguan jiwa yang direkomendasikan oleh Dr. indra kepadaku. Dengan rasa ingin tahu kubuka lembar demi lembar kertasnya. Aku harus menarik nafas panjang, berkas itu ternyata berkas milik sang Fiddin Robbani. “Dik muja tolong antarkan klien berikutnya kekantor saya” pintah Dr.Indra kepadaku.
Hampir setahun tidak ada kabar, dan sepuluh bulan lamanya hati dan pikiranku beristirahat untuk memikirkannya. Dia nampak sangat kurus dan tidak terurus, berbeda dengan yang aku kenal dahulu. Sepertinya Dr.Indra telah paham dengan kasus Fiddin sehingga aku pun dipintah untuk duduk tepat disebelah Fiddin.
Sungguh ada yang berdesir dasyat saat dia mengaku dan menceritakan semuanya. Mulai dari ia menarik diri dari lingkungan sampai ia menjadi seperti ini. Hatiku teriris ketika ia mengaku menyendiri karena kepikiran kata-kataku waktu itu. Kupikir ia adalah orang yang kuat menerima kritikan apa saja. Mungkin baginya kemarin itu adalah hal yang terlampau sensitive untuk dilontarkan, sehingga ia marah seperti itu, maafkan aku saudarku!
“Kamu tidak akan mengerti mengapa aku bersikap seperti ini, Aku berusaha membangun komunikasi denganmu. Tetapi kamu malah tidak perduli dan mengatur jarak dengan ku. Kamu tahu harapanku hampir hilang karena semua ini. Aku tidak berminat menghubungi atau dihubungi siapapun. Toh semuanya tidak akan mengerti apa yang ku alami. Tidak akan ada yang percaya,  rasa-rasanya sangat menjijikan aku yang berjakun ternyata memiliki sifat-sifat wanita, yah..aku seorang pria diumurku yang ke 20 tahun mendapatkan menstuasi! Siapa yang akan percaya?” kata-kata putus asa tanpa emosi itu sangat terdengar datar.
“Bagaimana kamu tahu itu darah haid?” Tanya Dr.Indra kepadanya. “Cuma bercak darah, dulu saat usiaku 15 tahun aku sudah priksa ke spesialis kulit dan kelamin tapi dokter itu merekomendasikanku ke dokter kandungan, dan ginekolog mengatakan bahwa aku memiliki kandungan meski tanpa indung telur karena faktor tersebut lambat laun rasa-rasanya kelaminku mengalami perubahan bentuk. Memalukan bukan? Selama sepuluh tahun aku harus hidup sebagai banci yang bercoverkan pria. Sungguh saat itu aku hanya membutuhkan teman yang setidaknya membuatku nyaman dan bisa melupakan penyakit anehku ini, tapi apa…memang tidak ada yang mau menjadi sahabatku, semuanya harus aku tanggung sendiri”. Keluh ia dengan mata berkaca-kaca.
Seminggu kemudian aku memperoleh kabar yang hampir-hampir membuat rongga dadaku menyempit ternyata saat itu adalah hari pertama dan terakhir ku bertemu dengannya lagi. Sekarang ia telah nyenyak dibawah gundukan tanah coklat tersebut. Seperti sebuah kekuatan, akupun terpanggil untuk melihat file-file di laptopnya.
File “Top Secret” dari nama file ini pasti file ini sangat rahasia dengan segenap kegalauan hatinya. Banyak isi dalam folder Top Secret, terbaca olehku isi-isi didalamnya.
“Guys... curhat dung... km tau kan Aku bukan umat Nabi Luth. Kata dokter aku memiliki kelainan genotif, semacam pembawa sifat keturunan yang tersembunyi. Itu sebabnya mengapa  dalam keluargaku ada kelainan sepertiku. Orang-orang yang mempelajari biologi bilang ‘intersex’ atau hemaprodit......dari istilahnya aja ku uda g paham.... hehehe.... itu makanan khas daerah mana intersex or hemaprodiiiiiiit.....heee (Minggu, April 1999).
 “Ya Tuhan, jika keadaan seperti ini,apakah aku harus rela? Aku harus sesabar gimana lagi?ketertarikanku pada lawan sejenisku, bagaimana dengan orang yang senasib denganku? Aku beruntung mengenal-Mu, jika tidak aku pasti terperanjat dalam lembah nista” (Rabu, januari 2000).
Aku malu Guys.... aku menghindari teman-teman pria di kampus n di organisasi? Gimana coba, kalo suatu saat ku beneran jatuh cinta dengan mereka...heehe... Coz katanya Merry Gerdboud dalam bukunya Seven Theory of Love “Rasa cinta itu tumbuh karena kebersamaan tanpa memandang siapa yang dicintai”.. .emmm,,,Entahlah, aku bukanlah orang yang suka dengan teori-teori seperti itu. Aku hanya mohon kepada Tuhanku agar lekas disembuhkan…amin (^_^) (Selasa, April 2001).
“Hey…..cerita yukzz..aku pernah membaca buku, katanya ada sebuah suku kuno yang bisa mengubah jenis kelamin seseorang…suku kuno apa yah??? Apa masih ada jaman sekarang??? Kalau ada mendingan aku kesana aja kali yah…hehee…tapi bisa-bisa jadi Dorce ke dua dunkzz….ihhhh….amit-amit dah…..hehee…. gini-gini masi takut dosa tauu…(Minggu, November 2006).
Masih banyak lagi file-file lainnya, sungguh aku tidak sanggup membacanya, air mataku tumpah dengan isak yang tiada henti, semoga kamu bahagia di alam sana kawan, istirahatlah dengan tenang.


*Pengarang Cerpen adalah Mahasiswi Tarbiyah FAI UMM sekaligus Kader LSO Kepenulisan (Forsifa) : Keajaiban Goresan Pena

0 komentar:

Posting Komentar