21.4.12

IbuQ Adalah Arsitek Masa DepanQ ^_^

Ibulah  Arsiteknya
Oleh : Mardiana*

Banyak orangtua dengan alasan menanamkan disiplin, membiasakan kebaikan, dan membuang kebiasaan buruk dengan cara-cara kekerasan. Seorang ibu terkadang mengaku terbiasa mencubit anaknya apabila anak-anaknya “nakal” dan berkata, ”habis bagaimana lagi, dibilangin gak bisa!” banyak orangtua yang menginginkan hasil cepat, namun dengan cara kekerasan. Padahal, kekerasan hanya akan menghasilkan sikap brutal  pada anak bukan disiplin.
Dalam pola relasi seorang ibu dan anak terkadang ada yang megalami pasang surut kedekatan.  Umumnya  kebanyakan ibu berperan sebagai pawang yang menjejali anaknya dengan berbagai macam larangan. Proses belajar anak terjadi hanya searah, tanpa dialog dan kesempatan bagi anak untuk melakukan proses pemahaman terhadap apa yang disampaikan. Anak hanya mendengarkan ibunya  berbicara seperti birokrat, ibu mendidik seperti pawang yang hendak menjinakan piaraan yang dilatihnya, anak yang hyperaktif dianggap anak nakal yang selalu membuat kegaduhan, anak tidak dapat berekspresi sesukanya karena ibu pemegang hak otoritas terhadap kekondusifan suasana rumah.

Pada pola pengasuhan anak yang “otoriter” sering dilakukan oleh para ibu, ibu yang seperti itu lebih sering menuntut daripada menerima dan memotivasi. Terkadang seorang ibu jarang memberi penjelasan atas aturan yang diterapkannya sehingga seringkali mengharapkan kepatuhan mutlak dan menggunakan hukuman sesukanya tanpa mengingatkan akibat perbuatan yang anak lakukan.
Prilaku kekerasan yang dilakukan anak, boleh jadi dicontohkan oleh orangtuanya, yang kemudian mengakibatkan terbentuknya kepribadian anak yang pemarah, kasar, dan beringas. Anakpun menjadikan kekerasan fisik untuk menyelesaikan persoalan hidupnya. Dengan demikian, ia menjadi tidak segan memukul atau menyakiti teman-temannya maupun saudaranya sendiri. Keteladanan dan dukungan seorang ibu perlu terus dikuatkan pada anak, karena mayoritas waktu anak dihabiskan bersama ibu, sehingga, jika orangtua memberi contoh dengan kekerasan, maka anakpun akan menggunakan kekerasan sebagai jalan keluar dari permasalahannya.
            Apabila dipikir-pikir tidak ada satupun seorang anak yang meminta kepada Ibunya untuk dilahirkan  ke dunia. Lantas atas dasar apa seorang ibu tegah membunuh anak yang lahir dalam keadaan fitrah hanya karena terbelenggu dalam susahnya hidup?, ketika sang anak hadir di dunia, sebuah tugas sangat berat telah diemban di pundak seorang ibu. Tugas mendidiknya, membekalinya dengan life-skill, kemudian budi pekerti yang baik hanya demi anaknya, agar dapat terjun ke dunia yang terus mengalami perubahan dengan cepatnya.
Ketika sang anak mulai banyak bertanya, “Ini apa?”, “Itu apa?”, ”Kenapa begini?”, Kenapa begitu?”, maka seorang ibu dituntut untuk dapat memberikan jawaban yang terbaik. Jawaban yang tidak mematikan rasa ingin tahu anak, bahkan sebaliknya, jawaban yang membuat anak semakin terpacu untuk belajar.
Madrasah utama bagi seorang anak ada ditangan ibu. Mau jadi apa anak dikemudian hari tergantung pada arsiteknya “ibu”, baik pola pendidikan secara langsung maupun pendidikan melalui teladan. Bagi kita para wanita mendidik anak bukanlah hal yang mudah, beratnya mendidik anak sama beratnya dengan memikul dua gunung sekaligus. Seorang anak ibarat adonan yang siap dibentuk sesuka orang yang memegangnya, atau ibarat kertas putih bersih yang siap untuk dituliskan apapun di atasnya. Jika ibunya membiasakannya pada kebaikan, maka dia akan tumbuh menjadi anak yang baik. Sebaliknya, jika membiasakannya pada keburukan, maka diapun akan tumbuh menjadi buruk pula.
Saat ini, kita perlu mengembalikan paradigma tentang peran ibu. Bahwa menjadi ibu tak sekadar melahirkan lantas kemudian selesai. Menjadi ibu mensyaratkan didimilikinya kesadaran penuh untuk membekali diri sebaik-baiknya dalam rangka mendidik anak-anaknya. Dalam konteks ini, harus ada bobot spiritual dan intelektual yang lebih dari cukup yang harus dimiliki seorang ibu untuk mendidik anaknya.
Tugas mengajar dan mendidik anak merupakan tugas yang sangat penting dalam menghasilkan generasi yang berkualitas. Selama ini yang terjadi adalah kecerdasan perempuan lebih diarahkan pada eksistensi diri ke arah lapangan kerja. Padahal perempuan sebagai calon ibu rumah tangga perlu mendapat pendidikan khusus mengenai tata cara mendidik anak, karena kunci dari sikap buruk atau baik seseorang, kemajuan ataupun kemunduran suatu masyarakat, terletak pada kaum ibu. Kedudukan kaum wanita tidak terletak di pasar-pasar ataupun di posisi-posisi karier eksekutif. Kaum ibu semestinya adalah penghasil manusia-manusia unggul yang berkopeten.
Seorang ibu harus berupaya memperlihatkan cinta tanpa syarat kepada buah hatinya dengan cara menjalin hubungan yang berdasarkan pada hormat dan kepercayaan. Dalam hal ini cinta tidak bergantung pada bagaimana mereka bertindak, melainkan apakah mereka berhasil, bersikap baik atau tidak.
Ibupun merupakan pencetak para ilmuwan. Ibu harus memperjuangkan pendidikan bagi anak-anaknya walaupun mungkin ia tak banyak merasakan nikmatnya ilmu pengetahuan. Dari kandungannyalah ia melahirkan revolusioner dunia. Banyak kisah nyata yang membuktikan bahwa di balik para ilmuan sukses, ada dukungan ibunya yang tak pernah padam. Misalnya Ibu dari Thomas Alfa Edison, mendukung Edison saat orang-orang tak percaya dengan kemampuannya. Ia tak sedikit pun membuat keterbatasan menghalangi langkah anaknya. Ia menanamkan keyakinan pada Edison bahwa suatu hari Edison pasti akan menemukan kesuksesan. Sungguh betapa seorang ibu selalu melimpahkan kasih sayangnya dalam keadaan apapun.
Ibu merupakan guru pertama dan utama bagi bagi anak-anak tercinta. Ibu adalah “kantor polisi” terdekat tempat anak bertanya, mengadu, dan meminta perlindungan. Jika aku menjadi seorang ibu maka aku kan berupaya menciptakan “surga” di rumah kami, antara lain dengan mendidik anak-anakku dengan kekuatan cinta. Bukankah sejatinya masa depan anak-anak ada di tangan seorang ibu? Yah, Ibu merupakan arsitek yang mendesign atau merancang bagaimana sknario perjalanan hidup anak hingga mencapai kesuksesan dikemudian hari.
Sampai kapan pun kita akan selalu menemukan kehebatan orang-orang di sekeliling kita. Dan setiap saat juga kita harus menyadari bahwa tentu ia memiliki penyokong di belakanganya, dan dapat dipastikan pula, salah satu dari penyokong hebat itu adalah seorang ibu. Kini saatnya kita tunjukkan pada dunia bahwa ibu juga merupakan seorang arsitek peradaban melalui kasih sayang, doa dan harapannya bagi anak-anaknya. Selamat hari Ibu.

·         Nama   : Mardiana
  Nim      : 09110037
  Jurusan : Tarbiyah Fakultas Agama Islam


0 komentar:

Posting Komentar